Untuk dapat menikmati hidup, hal terpenting yang perlu
Anda lakukan adalah menjadi SADAR. Inti kepemimpinan
adalah kesadaran. Inti spiritualitas juga adalah
kesadaran. Banyak orang yang menjalani hidup ini dalam
keadaan ''tertidur.'' Mereka lahir, tumbuh, menikah,
mencari nafkah, membesarkan anak, dan akhirnya meninggal
dalam keadaan ''tertidur.''
Analoginya adalah seperti orang yang terkena hipnotis.
Anda tahu di mana menyimpan uang. Anda pun tahu persis
nomor pin Anda. Dan Andapun menyerahkan uang Anda pada
orang tidak dikenal. Anda tahu, tapi tidak sadar. Karena
itu, Anda bergerak bagaikan robot-robot yang dikendalikan
orang lain, lingkungan, jabatan, uang, dan harta benda.
Pengertian menyadari amat berbeda dengan mengetahui. Anda
tahu berolah raga penting untuk kesehatan, tapi Anda tidak
juga melakukannya. Anda tahu memperjualbelikan jabatan itu
salah, tapi Anda menikmatinya. Anda tahu berselingkuh
dapat menghancurkan keluarga, tapi Anda tidak dapat
menahan godaan. Itulah contoh tahu tapi tidak sadar!
Kematian mungkin merupakan satu stimulus terbesar yang
mampu menyentakkan kita. Banyak tokoh terkenal meninggal
begitu saja. Mereka sedang sibuk memperjualbelikan
kekuasaan, saling menjegal, berjuang meraih jabatan, lalu
tiba-tiba saja meninggal. Bayangkan kalau Anda sedang
menonton film di bioskop. Pertunjukan sedang berlangsung
seru ketika tiba-tiba listrik padam. Petugas bioskop
berkata, ''Silakan Anda pulang, pertunjukan sudah
selesai!'' Anda protes, bahkan ingin menunggu sampai
listrik hidup kembali. Tapi, si penjaga hanya berkata
tegas, ''Pertunjukan sudah selesai, listriknya tidak akan
pernah hidup kembali.''
Hidup ini seringkali menipu dan meninabobokan orang. Untuk
menjadi bangun kita harus sadar mengenai tiga hal, yaitu
siapa diri kita, darimana kita berasal, dan ke mana kita
akan pergi. Untuk itu kita perlu sering mengambil jarak
dari kesibukan kita dan melakukan kontemplasi.
Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis,
Teilhard de Chardin, ''Kita bukanlah manusia yang
mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, kita adalah
makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalaman
manusiawi.'' Manusia bukanlah ''makhluk bumi'' melainkan
''makhluk langit.'' Kita adalah makhluk spiritual yang
kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi. Tubuh kita
sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. Tubuh
diperlukan karena merupakan salah satu syarat untuk bisa
hidup di dunia. Tetapi, tubuh ini lama kelamaan akan rusak
dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah
jiwa kita akan meninggalkan ''rumah'' untuk mencari
''rumah'' yang lebih layak. Keadaan ini kita sebut
meninggal dunia. Jangan lupa, ini bukan berarti mati
karena jiwa kita tak pernah mati. Yang mati adalah rumah
kita atau tubuh kita sendiri.
Coba Anda resapi paragraf diatas dalam-dalam. Badan kita
akan mati, tapi jiwa kita tetap hidup. Kalau Anda
menyadari hal ini, Anda tidak akan menjadi manusia yang
ngoyo dan serakah. Kita memang perlu hidup, perlu makanan,
tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya. Bila Anda
sudah mencapai semua kebutuhan tersebut, itu sudah cukup!
Buat apa sibuk mengumpul-ngumpulkan kekayaan -- apalagi
dengan menyalahgunakan jabatan -- kalau hasilnya tidak
dapat Anda nikmati selama-lamanya. Apalagi Anda sudah
merusak jiwa Anda sendiri dengan berlaku curang dan korup.
Padahal, jiwa inilah milik kita yang abadi.
Lantas, apakah kita perlu mengalami sendiri
peristiwa-peristiwa yang pahit tersebut agar kita sadar?
Jawabnya: ya! Tapi kalau Anda merasa cara tersebut terlalu
mahal, ada cara kedua yang jauh lebih mudah: Belajarlah
MENDENGARKAN. Dengarlah dan belajarlah dari pengalaman
orang lain. Bukalah mata dan hati Anda untuk mengerti,
mendengarkan, dan mempertanyakan semua pikiran dan
paradigma Anda. Sayang, banyak orang yang mendengarkan
semata-mata untuk memperkuat pendapat mereka sendiri,
bukannya untuk mendapatkan sesuatu yang baru yang mungkin
bertentangan dengan pendapat mereka sebelumnya. Orang yang
seperti ini masih tertidur dan belum sepenuhnya bangun. (republika)
0 komentar:
Posting Komentar